Kitab Safinatun Najah karya Syeikh Salim bin Abdullah bin Sa'ad bin Aabdullah bin Sumair Al-Hadhromi |
بسم الله الرحمن الرحيم
Syeikh Al-‘Alim Al-Fadlil Salim bin Sumair Al-Hadhromi adalah penyusun dari kitab Safinatun Najah.
Nama lengkapnya Al-‘Allamah Asy-Syeih Salim bin Abdullah bin Sa’ad bin Abdullah bin Sumair Al-Hadhromi Asy-Syafi’i. Beliau lahir di desa Dziasbuh, sebuah wilayah yang berada dalam lembah Hadramaut, Yaman dan di bawah kekuasaan Kerajaan Al-Katsiri (781-1387 H/1379-1967 M). Beliau adalah seorang ulama yang terkemuka dan ahli di bidang fiqih dan tasawuf. Beliau mengikuti madzhabnya Imam Syafi’i.
Peta Asia Barat Daya |
Syeikh Salim terlahir
dari keturunan ulama’ yang sangat disegani di masyarakat. Ayahnya, yaitu Syekh Abdullah bin Sa’ad bin Abdulloh
bin Sumair, merupakan ulama’ yang sangat disegani oleh masyarakat di sekitarnya. Syeih Salim memulai pendidikan dalam
bidang agama dengan belajar Al-Qur’an di bawah pengawasan ayahnya langsung
maka tak heran jika Syeih Salim mampu menguasai Al-Qur’an di usia belia. Beliau
pun dipercaya menjadi pengajar Al-Qur’an hingga diberi gelar “Mu’allim”, gelar
kehormatan dari wilayah Hadhromaut untuk seseorang yang tekun mengajarkan
Al-Qur’an. Menurut pengamatan Sayyid Umar bin Hamid Al-Jaylani HafidzahuLlah,
gelar Mu’allim ini terinspirasi dari sebuah hadis riwayat Sahabat ‘Utsman r.a.
:
“Sebaik-baiknya kalian
adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya”. HR. Al-Bukhari, no. 4639
حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهَالٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ
قَالَ أَخْبَرَنِي عَلْقَمَةُ بْنُ مَرْثَدٍ سَمِعْتُ سَعْدَ بْنَ عُبَيْدَةَ عَنْ
أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيِّ عَنْ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ
الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ قَالَ وَأَقْرَأَ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ فِي
إِمْرَةِ عُثْمَانَ حَتَّى كَانَ الْحَجَّاجُ قَالَ وَذَاكَ الَّذِي أَقْعَدَنِي
مَقْعَدِي هَذَا
Telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Minhal, telah
menceritakan kepada kami Syu'bah ia berkata, telah mengabarkan
kepadaku 'Alqamah bin Martsad aku mendengar Sa'd bin
Ubaidah dari Abu Abdurrahman dari
Abu Abdurrahman As Sulami dari Utsman RadliaLlahu 'anhu, dari Nabi ShallaLlahu
'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Orang yang paling baik di antara
kalian adalah seorang yang belajar Al Qur`an dan mengajarkannya." Abu
Abdirrahman membacakan (Al Qur`an) pada masa Utsman hingga Hajjaj pun berkata,
"Dan hal itulah yang menjadikanku duduk di tempat dudukku ini."
Syeih Salim dikenal
santun, serta selalu berdzikir kepada Allah dan juga istiqomah memperbanyak
membaca Al-Qur’an. Syeih Al-Hadrawi Al-Makki mengatakan bahwa Syeih Salim
pernah mengkhatamkan Al-Qur’an ketika beliau sedang melaksanakan ibadah thowaf
di Ka’bah.
Meski telah menjadi
guru ngaji, semangat belajar Syeih Salim tidak surut. Kepada Sang ayah dan
beberapa ulama’ besar Hadhromaut abad 13 H, beliau menimba ilmu Syari’at. Beliau juga mempelajari bidang-bidang ilmu lainnya
seperti halnya ilmu bahasa arab, ilmu fiqih, ilmu ushul, ilmu tafsir, ilmu
tasawuf, dan ilmu taktik militer Islam. Berkat kesungguhan, kecerdasan
dan ketekunan beliau, Syeh Salim pun mendapatkan kepercayaan untuk ikut
mengajarkan berbagai ilmu bersama para gurunya. Dalam waktu singkat, nama beliau
dapat terkenal hingga mendapat pujian yang membanggakan dari kalangan guru
beliau, diantaranya Syeikh Al-‘Allamah Abdullah bin Ahmad Basudan (1178-1266H).
Tidak hanya prestasi
intelektual saja, Syeikh Salim juga dikenal sangat
ikhlas dan penyabar, seorang qodhi yang adil dan zuhud kepada dunia, bahkan
beliau juga seorang politikus dan pengamat militer negara-negara Islam.
Beliau pernah diutus Kerajaan Katsiri ke India untuk mencari senjata perang
tercanggih pada masa itu. Hal ini menunjukkan bahwa pada zaman beliau kondisi
politik kerajaan sedang tidak stabil dan diliputi kemelut peperangan serta
perebutan kekuasaan. Atas mandat kaisar Katsiri tersebut Syeikh Salim memulai
ekspedisi pengembaraan pertamanya. Setelah mengarungi samudera dan melacak
berbagai peralatan perang di wilayah India dan sekitarnya, Syeikh Salim
menemukan peralatan militer tercanggih di Singapura. Beliau segera membeli dan
mengirim peralatan tersebut ke Hadhromaut.
Peta Asia |
Pekerjaan beliau ini
dipandang bagus maka pihak kerajaan kemudian mengangkat beliau sebagai staf
ahli militer. Dalam menjalankan tugas, Syeikh Salim tidak terpengaruh dengan
cara-cara dzolim yang sering dilaksanakan para pejabat birokrasi di sekitarnya.
Beliau justru banyak memberikan kritik dan saran kepada mereka.
Beberapa tahun
kemudian beliau diangkat menjadi penasehat khusus Sultan Abdullah bin Muhsin.
Pada awalnya, sultan sangat patuh dan tunduk dengan segala arahan dan nasehat
beliau. Namun, beberapa tahun kemudian Sultan tidak lagi mengikuti nasehat
beliau, bahkan cenderung menganggap remeh. Kondisi semakin memburuk ketika tak
ada lagi yang mampu mendamaikan keduanya. Hubungan keduanya menjadi retak,
ditandai dengan adanya keputusan Syeikh Salim untuk meninggalkan Yaman. Beliau
meninggalkan Yaman dalam keadaan kerajaan Al-Katsiri dan hijrah menuju India.
Tidak ada sumber pasti yang menyebutkan berapa lama Syeikh Salim mukim di
India. Beberapa waktu berikutnya beliau melanjutkan hijrah ke Indonesia,
tepatnya di Batavia atau Jakarta.
Di Indonesia, Syeikh
Samir pun tetap menjadi ulama’ terpandang. Banyak orang yang berduyun-duyun
menimba ilmu atau meminta berkah do’a dari beliau. Oleh karena itu, Syeikh
Sumair kemudian mendirikan majlis ilmu dan majlis dakwah untuk menyebarkan
ajaran agama Islam.
Syeikh Sumair dikenal
sebagai seseorang yang berpribadi sangat tegas dalam mengungkapkan kebenaran.
Beliau sangat tidak suka apabila mengetahui ada ulama’ yang mendekat kepada para
penguasa negeri ini. Martin van Bruinessan memberikan pendapatnya tentang
Syeikh Salim. Dalam tulisannya dia menceritakan tentang perbedaan pandangan
antara dua ulama’ besar, yaitu Sayyid Usman bin Yahya dengan Syeikh Salim.
Syeikh Salim kurang sependapat dengan tindakan loyal Sayyid Usman bin Yahya
yang pada saat itu menjabat sebagai mufti Batavia kepada pemerintah Belanda dan
berusaha mengambil hati para pejabat guna menjembatani jurang pemisah antara
para ‘Alawiyyin (habaib) dengan pemerintah Belanda. Sayyid Usman bin Yahya
memberikan fatwa seolah bertujuan mendukung program dan rencana mereka. Hal ini
menyebabkan perseteruan yang panjang antara Syeikh Salim dengan Sayyid Usman
bin Yahya yang dianggap beliau tidak berjuang mempertahankan kebenaran. Setelah
kedua belah pihak bertemu dan bertabayyun akhirnya Syeikh Salim dapat memahami
maksud dan tujuan segala tindak-tanduk Sayyid Usman bin Yahya.
Syeikh Salim wafat di
Jakarta pada abad ke-13 H tepatnya pada tahun 1271 H/1855 M. Namun makamnya
belum jelas sampai saat ini, konon ada yang mengatakan makamnya berada di
belakang masjid Al Makmur, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Lebih tepatnya, di Jalan
KH. Mas Mansyur, RT 14/ RW 7 Kb. Kacang, Tanah Abang, Kota Jakarta Pusat,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10240.
Karya-karya Syeih
Salim di antaranya adalah kitab Safinatun Najah yang berisi tentang masalah (rukun Iman) aqidah dan masalah
ibadah (rukun Islam), mulai masalah tata cara wudu, persiapan sebelum salat,
maupun terkait rukun salat dan hal-hal yang membatalkannya. Walaupun kitab ini sangat ringkas, namun isinya sangat
mendalam. Selain
itu, beliau juga mengarang kitab Al-Fawaid Al-Jaliyyah yang berisi
tentang kecaman sistem perbankan konvensional dalam kaca mata syari’at Islam.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar